Suplementasi Vitamin D3 pada Kehamilan
Nutrisi yang cukup dibutuhkan untuk kesehatan ibu dan janin yang dikandung. 1000 hari pertama yang diawali dari terjadinya pembuahan sampai bayi lahir menjadi masa yang krusial di kehamilan dan dikatakan bahwa dalam 1000 hari pertama pengaruh nutrisi memiliki dampak yang bermakna pada pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Nutrisi yang baik didapatkan dari tercukupinya makronutrien, maupun mikronutrien dalam tubuh. Mikronutrien bisa didapatkan dari mineral dan vitamin yang terkandung dalam makanan, maupun suplemen. Defisiensi mikronutrien hingga saat ini masih menjadi permasalah yang cukup serius bagi wanita usia reproduksi, terlebih bagi wanita hamil. Masalah ini masih didapati cukup banyak terjadi terutama di negara berkembang. Salah satu mikronutrien yang masih mengalami defisiensi, yaitu vitamin D.1,2.
Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang bisa didapat dari beberapa sumber makanan seperti susu, ikan, telur, namun hanya dalam jumlah sedikit.1 Vitamin D sendiri juga diproduksi dan diaktifkan di tubuh melalui paparan sinar matahari.1,2 Vitamin D umumnya bisa didapat lebih banyak dari konsumsi suplemen vitamin D3. Perlu diketahui sebelumnya bahwa vitamin D dapat dibagi menjadi vitamin D2 (Ergocalciferol) yang banyak terkandung dalam makanan, vitamin D3 (Cholecalciferol) yang merupakan bentuk terukur untuk meningkatkan kadar vitamin D tubuh termasuk yang terkandung dalam suplemen, Calcidiol atau serum 25-hidroxyvitamin-D (25-OH-D) yang merupakan sebuah parameter yang terukur sebagai kadar vitamin D dalam tubuh, dan calcitriol yang merupakan bentuk aktif ditemukan dalam plasma darah.1,2 Mekanisme kerja utama vitamin D, yaitu untuk metabolism kalsium dan fosfor yang bermanfaat untuk mineralisasi tulang. Namun vitamin D memiliki reseptor yang tersebar hampir di seluruh tubuh, sehingga selain metabolisme kalsium dan fosfor, vitamin D juga memiliki peran penting pada sistem imunitas. Adanya defisiensi vitamin D dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan, diantaranya penyakit alergi, autoimun, hingga kanker. 1,2,3
Kadar vitamin D dapat diukur melalui konsentrasi serum 25-OH-D sebagai indikator status vitamin D pada tubuh. Dibutuhkan kadar vitamin D minimal 20 ng/ml di tubuh untuk dapat terhindar dari kelainan tulang, namun dengan adanya berbagai interaksi metabolisme pada tubuh, dikatakan defisiensi vitamin D apabila didapatkan kadar serum 25-OH-D kurang dari 32 ng/ml.4 Hingga saat ini, kekurangan vitamin D masih menjadi suatu masalah global, dan hal ini pun juga banyak dialami pada populasi wanita hamil.1,3 Defisiensi vitamin D pada kehamilan juga sering dialami oleh populasi dengan risiko tinggi, seperti vegetarian, wanita yang jarang berjemur atau sulit mendapatkan akses matahari, serta ras kulit hitam.4 Padahal, vitamin D sangat dibutuhkan bagi wanita hamil, mengingat vitamin D dapat memberikan manfaat baik bagi ibu hamil serta janin yang dikandung. Kadar vitamin D pada bayi baru lahir juga bergantung pada kadar vitamin D pada masa kehamilan. Sehingga, apabila ibu hamil mengalami kadar vitamin D yang kurang, maka juga dapat berpengaruh terhadap janin dan bayi yang akan dilahirkan.3,4
Defisiensi vitamin D diasosiasikan dengan berbagai kelainan dan gangguan kesehatan, mengingat reseptor vitamin D didapatkan hampir pada seluruh tubuh, termasuk pada saluran reproduksi, dimana didapatkan tersebar di ovarium, endometrium, dan placenta.5 Kadar serum vitamin D pada ibu hamil didapatkan mengalami penurunan pada masa kehamilan, hal ini tentunya disebabkan dari kebutuhan fisiologis janin yang juga semakin meningkat. Kadar vitamin D akan dibutuhkan semakin banyak seiring dengan peningkatan masa kehamilan. Pada trimester 2 dan trimester 3 kehamilan, kebutuhan vitamin D akan semakin meningkat.3,4,5
Pada kehamilan, kekurangan vitamin D dikaitkan dengan berbagai masalah di ibu maupun pada bayi. Pada ibu kurangnya vitamin D dapat meningkatkan risiko hipertensi pada kehamilan, kelahiran premature, dan diabetes pada kehamilan. Sedangkan pada bayi meningkatkan risiko berat badan lahir rendah, risiko kelainan massa tulang yang dapat mengakibatkan beberapa penyakit, seperti rakitis dan patah tulang pada bayi baru lahir, serta risiko gangguan perilaku attention deficite and hyperactive disorder (ADHD) dan autisme.3,4
Dosis rekomendasi vitamin D yang dibutuhkan pada setiap orang tentunya berebda-beda, namun secara umum pada usia dewasa dapat mengkonsumsi secara rutin 1000-4000 IU per hari.2,4,6 Berdasarkan rekomendasi yang diberikan, ibu hamil cukup mendapatkan suplemen vitamin D sebesar 400-600 IU per hari, namun pemberian dengan dosis 1000-4000 IU per hari dinyatakan aman dan memberikan efek yang sebanding dengan dosis pemberiannya.2-7 Penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa konsumsi vitamin D dengan dosis 4000 IU per hari selama 6 bulan pada ibu hamil dinyatakan aman dan memberikan manfaat baik. Namun, tentunya dalam mengkonsumsi vitamin D ini sebaiknya dilakukan dengan mengecek kadar serum vitamin D awal pada tubuh dan mengecek secara berkala dalam jangka waktu 3 bulan untuk melihat perubahan dari kadar vitamin D tubuh agar dosis pemberian dapat disesuaikan.1-7 Pemberian vitamin D secara rutin sudah aman diberikan sejak awal kehamilan. Studi klinis juga menyatakan tidak adanya toksisitas yang terjadi pada penggunaan vitamin D3 30000 IU per hari selama kadar serum vitamin D dibawah 200 ng/ml.1,3
Kesimpulan
Suplementasi vitamin D yang diberikan dalam dosis 1000-4000 IU per hari pada ibu hamil dinyatakan aman dan dapat memberikan manfaat yang baik pada ibu hamil maupun janin hingga anak-anak yang dilahirkan. [1] Pemberian suplementasi vitamin D pada kehamilan dinyatakan terbukti dapat memperbaiki pertumbuhan janin dan menurunkan risiko berat badan lahir rendah, hipertensi pada kehamilan, kelahiran premature, dan diabetes gestasional. Selain itu, pada ibu hamil dengan tingkat vitamin D yang mencukupi juga berperan terhadap berkurangnya kejadian defek enamel pada anak-anaknya, serta berkurangnya risiko gangguan attention deficite and hyperactive disorder (ADHD) dan autisme.1-7
Referensi
1. Bi WG, Nuyt AM, Weiler H, Leduc L, Santamaria C, Wei SQ. Association between vitamin D supplementation during pregnancy and offspring growth, morbidity, and mortality: A Systematic Review and Meta-analysis. JAMA Pediatr. 2018
2. Mousa A, Naqash A, Lim S. Macronutrient and Micronutrient Intake during Pregnancy: An Overview of Recent Evidence. Nutrient. 2019; 11(2).
3. Lopez P, Faustino R, Stefan P, Peter C. Vitamin D supplementation during pregnancy: an overview. Current Opinion in Obstetrics and Gynecology. 2020; 32(5):316-321
4. ACOG Committee. Vitamin D: Screening and supplementation during pregnancy. Obstet Gynecol. 2011; 118(1): 197-198.
5. Franasiak JM, Lara E, Pellicer A. Vitamin D in human reproduction. Current Opinion in Obstetrics and Gynecology. 2017; 29(4):189-194.
6. Mithal A, Kalra S. Vitamin D supplementation in pregnancy. Indian J Endocrinol Metab. 2014; 18(5): 593-596.
7. Sass L, Vinding RK, Stokholm J. Pregnancy and Neurodevelopment in Childhood. JAMA Netw Open. 2020; 3(12)