Feedback

Artikel Terbaru

Ekstrak Zaitun Untuk Kesehatan Jantung

Penyakit kardiovaskular / jantung hingga kini masih menempati posisi tertinggi penyebab kematian akibat penyakit metabolik. Penyebab dari penyakit jantung sendiri dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat dimodifikasi, maupun faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi / diubah, ialah pola hidup baik dari makanan yang dikonsumsi, kebiasaan olahraga, kebiasan merokok, kebiasaan minum minuman beralkohol yang pada suatu waktu saat sudah tidak dapat dikontrol menyebabkan peningkatan berat badan / obesitas, hipertensi, peningkatan kolesterol tubuh, peningkatan gula / diabetes, dan semua berujung menjadi faktor risiko dari penyakit jantung.1,2 Prevalensi penyakit jantung semakin meningkat di setiap tahunnya. Peningkatan penyakit jantung dipengaruhi juga oleh meningkatnya kejadian penyakit metabolik yang menjadi faktor risiko dan telah disebutkan sebelumnya.1

Pada penyakit jantung, inflamasi dan reaksi stres oksidatif yang dihasilkan oleh tubuh menjadi bagian dari tingkat keparahan penyakit jantung yang dialami oleh penderitanya. Beberapa faktor risiko yang dapat diubah jika dapat dikontrol dengan baik terbukti dapat menurunkan tingkat keparahan, bahkan dapat mencegah terjadinya penyakit jantung tersebut. Faktor risiko yang dapat dikontrol diantaranya, menjaga kadar kolesterol tubuh, menjaga kadar gula tubuh, menjaga tekanan darah, serta menjaga kesehatan dari jantung itu sendiri, baik dari pola hidup maupun dari penggunaan suplemen kesehatan.2

Pada beberapa pasien dengan penyakit metabolik yang dapat dikontrol tanpa obat, pemberian ekstrak zaitun dan perubahan pola hidup menjadi pilihan sebagai penatalaksanaan penyakit metabolik tersebut.1,2  Selain itu, kini dikenal berbagai metode diet dan pada diet Mediteranean dikatakan bahwa pemberian ekstrak zaitun juga mengambil peran pada program diet tersebut untuk memberikan manfaat baiknya pada metabolisme tubuh terutama pada kesehatan jantung.1 Diet Mediteranean meurpakan diet yang mengutamakan plant-based foods, konsumsi ikan, serta konsumsi ekstrak zaitun. Kombinasi antara diet Mediteranean yang dilakukan dengan konsumsi ekstrak zaitun terbukti memberikan manfaat baik pada tubuh.1,3

Ekstrak Zaitun Untuk Kesehatan Jantung

Tanaman zaitun, terutama pada bagian daun kaya akan polifenol yang memiliki sejumlah manfaat untuk kesehatan. Saat ini banyak tersebar ekstrak zaitun yang digunakan pada berbagai macam produk makanan maupun suplementasi kesehatan. Melalui penelitian yang sudah dilakukan, zat yang terdapat pada zaitun bersifat kardioprotektif, antioksidan, antiinflamasi, dan efek antikanker.3,4  Kandungan zat yang terdapat pada tanaman zaitun, yaitu oleuropein, tyrosol, dan hidroksitirosol dipercaya menjadi zat yang memberikan manfaat baik dari buah zaitun tersebut. Berbagai studi telah dilakukan dan dinyatakan bahwa ekstrak zaitun dapat memberikan manfaat baik pada kesehatan jantung, serta dapat membantu menurunkan risiko penyakit jantung. Ekstrak zaitun saat ini juga sudah banyak didapatkan pada berbagai produk suplementasi kesehatan, dan dari penelitian yang dilakukan juga dikatakan berpengaruh baik pada tekanan darah, metabolisme gula, kadar lemak tubuh, serta metabolism kolesterol.1,3,4

Mekanisme kerja dari ekstrak zaitun sendiri hingga kini masih terus dilakukan penelitian, namun beberapa efek telah dibuktikan melalui penelitian bahwa pada metabolisme glukosa, ekstrak zaitun ini berefek pada pengambilan glukosa perifer sehingga menurunkan penumpukan gula pada aliran darah tubuh, meningkatkan sekresi insulin pasca makan untuk dapat mengontrol kadar gula darah setelah makan, dan stimulasi sekresi dari glucagon-like peptide-1 (GLP-1) yang merupakan hormon pada sistem kenyang-lapar tubuh. Pada metabolisme lemak, ekstrak zaitun memiliki efek antioksidan sehingga mengurangi penumpukan lemak pada tubuh. Pada metabolisme kolesterol, ekstrak zaitun dinyatakan bermanfaat untuk menurunkan kolesterol total dan kolesterol LDL, sedangkan pada kolesterol HDL dan trigliserida tidak mengalami perubahan yang cukup bermakna. Manfaat baik yang didapat dari ekstrak zaitun terhadap metabolisme gula dan kolesterol dapat menurunkan risiko penyakit jantung tersebut.1-5

Selain manfaatnya pada metabolisme gula dan lemak, ekstrak zaitun juga bermanfaat baik pada penurunan tekanan darah, dan dapat berdampak signifikan pada pasien yang menderita hipertensi.2 Hipertensi masih menjadi faktor risiko terbesar dari sistem kardiovaskular yang dapat berdampak pada berbagai macam penyakit, seperti penyakit jantung, penyakit ginjal kronik, penyakit cerebrovascular / stroke, dan masih banyak menyebabkan terjadinya kematian pada penderitanya. Kontrol tekanan darah, baik tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolic, dapat menurunkan risiko serangan jantung hingga 20-25% dan menurunkan risiko terjadinya gagal jantung sebanyak 50%.3 Pada pembuluh darah, ekstrak zaitun bekerja untuk menstabilkan dan memperlancar aliran darah, dan mengatur resistensi dari pembuluh darah, sehingga memberikan tekanan darah yang stabil pada tubuh. Penurunan tekanan darah sistolik dan pengaturan denyut jantung menjadi manfaat yang dirasakan pada sistem kardiovaskular. Adanya aliran darah yang stabil yang didapat dari ekstrak zaitun juga berpengaruh baik pada kesehatan jantung itu sendiri, dikatakan bahwa jantung mendapat nutrisi yang cukup untuk dapat melakukan pompa ke seluruh tubuh, sehingga juga menurunkan risiko terjadinya serangan jantung dan gagal jantung.1,2,4

Kesimpulan

Pohon zaitun (Olea europaea) dipercaya menjadi tanaman yang dapat memberikan sejumlah manfaat baik untuk kesehatan tubuh. Daun dari tanaman zaitun sendiri kaya akan zat yang bersifat antioksidan, antihipertensif, kardioprotektif, dan antiinflamasi. Zat yang dimaksudkan dan didapatkan banyak pada daun dari tanaman zaitun, diantaranya oleuropein, hydroxytyrosol, dan zat polifenol lainnya. Dalam menjaga kesehatan jantung, ekstrak zaitun bekerja dengan mengontrol tekanan darah, metabolisme gula dan kolesterol tubuh. Selain sifat kardioprotektif yang dihasilkan, pemberian ekstrak zaitun juga terbukti dapat menurunkan faktor risiko dari penyakit jantung tersebut.1-6

Referensi

1. Steves Y, Winkens B, Jonkers D, Masclee A. The effect of olive leaf extract on cardiovascular health markers: a randomized placebo-controlled clinical trial. Eur J Nutr. 2021; 60(4): 2111-2120

2. Razmpoosh E, Abdollahi S, Mousavirad M, Clark CCT, Soltani S. The effects of olive leaf extract on cardiovascular risk factors in the general adult population: a systematic review and meta-analysis of randomized controlled trials. Diabetology & Metabolic Syndrome. 2022; 14:151.

3. Ismail MA, Norhayati MN, Mohamad N. Olive leaf extract effect on cardiometabolic profile among adults with prehypertension and hypertension: a systematic review and meta-analysis. PeerJ. 2021; 9

4. Menezes R, Peres KK, Costa-Valle MT, Faccioli LS, Dallegrave E, Garavaglia J, et al. Oral administration of oleuropein and olive leaf extract has cardioprotective effects in rodents: A systematic review. Portuguese Society of Cardiology. 2022; 41(2): 167-175.

5.Huang C, Sumpio B. Olive oil, the Mediterranean Diet, and Cardiovascular Health. Journal of the American College of Surgeons. 2008; 207(3): 407-416.

6. Esquius L, Garcia-Retortillo S, Balague N, Hristovski R, Javierre C. Physiological- and performance-related effects of acute olive oil supplementation at moderate exercise intensiy. Journal of the International Society of Sports Nutrtion. 2019; 16:12.

Suplementasi Vitamin D3 pada Kehamilan

Nutrisi yang cukup dibutuhkan untuk kesehatan ibu dan janin yang dikandung. 1000 hari pertama yang diawali dari terjadinya pembuahan sampai bayi lahir menjadi masa yang krusial di kehamilan dan dikatakan bahwa dalam 1000 hari pertama pengaruh nutrisi memiliki dampak yang bermakna pada pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Nutrisi yang baik didapatkan dari tercukupinya makronutrien, maupun mikronutrien dalam tubuh. Mikronutrien bisa didapatkan dari mineral dan vitamin yang terkandung dalam makanan, maupun suplemen. Defisiensi mikronutrien hingga saat ini masih menjadi permasalah yang cukup serius bagi wanita usia reproduksi, terlebih bagi wanita hamil. Masalah ini masih didapati cukup banyak terjadi terutama di negara berkembang. Salah satu mikronutrien yang masih mengalami defisiensi, yaitu vitamin D.1,2.

Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang bisa didapat dari beberapa sumber makanan seperti susu, ikan, telur, namun hanya dalam jumlah sedikit.1 Vitamin D sendiri juga diproduksi dan diaktifkan di tubuh melalui paparan sinar matahari.1,2 Vitamin D umumnya bisa didapat lebih banyak dari konsumsi suplemen vitamin D3. Perlu diketahui sebelumnya bahwa vitamin D dapat dibagi menjadi vitamin D2 (Ergocalciferol) yang banyak terkandung dalam makanan, vitamin D3 (Cholecalciferol) yang merupakan bentuk terukur untuk meningkatkan kadar vitamin D tubuh termasuk yang terkandung dalam suplemen, Calcidiol atau serum 25-hidroxyvitamin-D (25-OH-D) yang merupakan sebuah parameter yang terukur sebagai kadar vitamin D dalam tubuh, dan calcitriol yang merupakan bentuk aktif ditemukan dalam plasma darah.1,2 Mekanisme kerja utama vitamin D, yaitu untuk metabolism kalsium dan fosfor yang bermanfaat untuk mineralisasi tulang. Namun vitamin D memiliki reseptor yang tersebar hampir di seluruh tubuh, sehingga selain metabolisme kalsium dan fosfor, vitamin D juga memiliki peran penting pada sistem imunitas. Adanya defisiensi vitamin D dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan, diantaranya penyakit alergi, autoimun, hingga kanker. 1,2,3

Kadar vitamin D dapat diukur melalui konsentrasi serum 25-OH-D sebagai indikator status vitamin D pada tubuh. Dibutuhkan kadar vitamin D minimal 20 ng/ml di tubuh untuk dapat terhindar dari kelainan tulang, namun dengan adanya berbagai interaksi metabolisme pada tubuh, dikatakan defisiensi vitamin D apabila didapatkan kadar serum 25-OH-D kurang dari 32 ng/ml.4 Hingga saat ini, kekurangan vitamin D masih menjadi suatu masalah global, dan hal ini pun juga banyak dialami pada populasi wanita hamil.1,3 Defisiensi vitamin D pada kehamilan juga sering dialami oleh populasi dengan risiko tinggi, seperti vegetarian, wanita yang jarang berjemur atau sulit mendapatkan akses matahari, serta ras kulit hitam.4 Padahal, vitamin D sangat dibutuhkan bagi wanita hamil, mengingat vitamin D dapat memberikan manfaat baik bagi ibu hamil serta janin yang dikandung. Kadar vitamin D pada bayi baru lahir juga bergantung pada kadar vitamin D pada masa kehamilan. Sehingga, apabila ibu hamil mengalami kadar vitamin D yang kurang, maka juga dapat berpengaruh terhadap janin dan bayi yang akan dilahirkan.3,4

Defisiensi vitamin D diasosiasikan dengan berbagai kelainan dan gangguan kesehatan, mengingat reseptor vitamin D didapatkan hampir pada seluruh tubuh, termasuk pada saluran reproduksi, dimana didapatkan tersebar di ovarium, endometrium, dan placenta.5 Kadar serum vitamin D pada ibu hamil didapatkan mengalami penurunan pada masa kehamilan, hal ini tentunya disebabkan dari kebutuhan fisiologis janin yang juga semakin meningkat. Kadar vitamin D akan dibutuhkan semakin banyak seiring dengan peningkatan masa kehamilan. Pada trimester 2 dan trimester 3 kehamilan, kebutuhan vitamin D akan semakin meningkat.3,4,5

Pada kehamilan, kekurangan vitamin D dikaitkan dengan berbagai masalah di ibu maupun pada bayi. Pada ibu kurangnya vitamin D dapat meningkatkan risiko hipertensi pada kehamilan, kelahiran premature, dan diabetes pada kehamilan. Sedangkan pada bayi meningkatkan risiko berat badan lahir rendah, risiko kelainan massa tulang yang dapat mengakibatkan beberapa penyakit, seperti rakitis dan patah tulang pada bayi baru lahir, serta risiko gangguan perilaku attention deficite and hyperactive disorder (ADHD) dan autisme.3,4

Dosis rekomendasi vitamin D yang dibutuhkan pada setiap orang tentunya berebda-beda, namun secara umum pada usia dewasa dapat mengkonsumsi secara rutin 1000-4000 IU per hari.2,4,6 Berdasarkan rekomendasi yang diberikan, ibu hamil cukup mendapatkan suplemen vitamin D sebesar 400-600 IU per hari, namun pemberian dengan dosis 1000-4000 IU per hari dinyatakan aman dan memberikan efek yang sebanding dengan dosis pemberiannya.2-7 Penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa konsumsi vitamin D dengan dosis 4000 IU per hari selama 6 bulan pada ibu hamil dinyatakan aman dan memberikan manfaat baik. Namun, tentunya dalam mengkonsumsi vitamin D ini sebaiknya dilakukan dengan mengecek kadar serum vitamin D awal pada tubuh dan mengecek secara berkala dalam jangka waktu 3 bulan untuk melihat perubahan dari kadar vitamin D tubuh agar dosis pemberian dapat disesuaikan.1-7 Pemberian vitamin D secara rutin sudah aman diberikan sejak awal kehamilan. Studi klinis juga menyatakan tidak adanya toksisitas yang terjadi pada penggunaan vitamin D3 30000 IU per hari selama kadar serum vitamin D dibawah 200 ng/ml.1,3

Kesimpulan

Suplementasi vitamin D yang diberikan dalam dosis 1000-4000 IU per hari pada ibu hamil dinyatakan aman dan dapat memberikan manfaat yang baik pada ibu hamil maupun janin hingga anak-anak yang dilahirkan. [1] Pemberian suplementasi vitamin D pada kehamilan dinyatakan terbukti dapat memperbaiki pertumbuhan janin dan menurunkan risiko berat badan lahir rendah, hipertensi pada kehamilan, kelahiran premature, dan diabetes gestasional. Selain itu, pada ibu hamil dengan tingkat vitamin D yang mencukupi juga berperan terhadap berkurangnya kejadian defek enamel pada anak-anaknya, serta berkurangnya risiko gangguan attention deficite and hyperactive disorder (ADHD) dan autisme.1-7

Referensi

1. Bi WG, Nuyt AM, Weiler H, Leduc L, Santamaria C, Wei SQ. Association between vitamin D supplementation during pregnancy and offspring growth, morbidity, and mortality: A Systematic Review and Meta-analysis. JAMA Pediatr. 2018

2. Mousa A, Naqash A, Lim S. Macronutrient and Micronutrient Intake during Pregnancy: An Overview of Recent Evidence. Nutrient. 2019; 11(2).

3. Lopez P, Faustino R, Stefan P, Peter C. Vitamin D supplementation during pregnancy: an overview. Current Opinion in Obstetrics and Gynecology. 2020; 32(5):316-321

4. ACOG Committee. Vitamin D: Screening and supplementation during pregnancy. Obstet Gynecol. 2011; 118(1): 197-198.

5. Franasiak JM, Lara E, Pellicer A. Vitamin D in human reproduction. Current Opinion in Obstetrics and Gynecology. 2017; 29(4):189-194.

6. Mithal A, Kalra S. Vitamin D supplementation in pregnancy. Indian J Endocrinol Metab. 2014; 18(5): 593-596.

7. Sass L, Vinding RK, Stokholm J. Pregnancy and Neurodevelopment in Childhood. JAMA Netw Open. 2020; 3(12)