Hubungi kami

Artikel Terbaru

Perkuat Surveillance Tuberkulosis (TBC) WHO dan Kemenkes Lakukan TB Epidemiological Review 2025

Penyakit Tuberkulosis (TBC) masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Untuk mempercepat eliminasi TBC, Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melakukan TB Epidemiological Review 2025 sebagai bagian dari penguatan sistem surveilans nasional.

Mengapa Perlu Epidemiological Review?

Epidemiological Review adalah evaluasi menyeluruh terhadap data dan sistem pelaporan TBC untuk:

  • Mengetahui beban penyakit secara aktual

  • Menilai efektivitas program deteksi dan pengobatan

  • Menemukan celah dalam sistem pencatatan dan pelaporan

  • Mengintegrasikan data TBC dengan sistem nasional seperti SatuSehat

Langkah ini penting mengingat Indonesia menempati posisi ke-3 tertinggi di dunia untuk kasus TBC, setelah India dan China.

Capaian dan Tantangan

Dalam TB Review 2025 ini, dilaporkan bahwa:

  • Underreporting (kasus yang tidak tercatat) turun drastis dari 41% pada 2017 menjadi 16% pada 2023.

  • Underdiagnosis (kasus tidak terdeteksi) juga menurun dari 18% menjadi 14%.

Ini menunjukkan perbaikan sistem pelaporan dan peningkatan deteksi dini. Namun, masih banyak tantangan, seperti:

  • Akses layanan di wilayah terpencil

  • Stigma masyarakat terhadap penderita TBC

  • Kurangnya tenaga kesehatan terlatih di bidang TBC

  • Ketergantungan pada sistem manual di beberapa daerah

Integrasi dengan SatuSehat

Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah integrasi SITB (Sistem Informasi Tuberkulosis) ke dalam platform SatuSehat. Ini bertujuan agar data TBC bisa dikelola secara real-time dan lintas fasilitas, mempercepat pengambilan keputusan dalam program pengendalian penyakit menular.

Dukungan Internasional dan Komitmen Pemerintah

WHO menilai Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat dalam pemberantasan TBC, khususnya melalui:

  • Penyediaan layanan TBC gratis

  • Distribusi pengobatan sesuai standar WHO

  • Kampanye publik untuk mengurangi stigma

  • Pelibatan lintas sektor: pendidikan, sosial, dan desa

Kementerian Kesehatan menargetkan Indonesia bebas TBC pada 2030, sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs).

TB Epidemiological Review 2025 menjadi momentum penting untuk memperkuat sistem kesehatan Indonesia dalam penanggulangan TBC. Dengan pelibatan WHO, pembaruan data, serta integrasi teknologi, diharapkan eliminasi TBC bukan sekadar target melainkan kenyataan yang bisa tercapai dalam satu dekade ke depan.

Kenali Tanda Awal Gangguan Kesehatan Mental Sebelum Terlambat

Di tengah kesibukan hidup modern, banyak orang terlihat “baik-baik saja” dari luar, padahal sedang berjuang keras dari dalam. Sayangnya, gangguan kesehatan mental sering kali tidak terlihat secara fisik. Hal inilah yang membuat banyak kasus terlambat disadari hingga berujung pada tindakan yang tragis termasuk maraknya kasus bunuh diri yang disebabkan oleh depresi, stres berat, atau gangguan mental lainnya.

Menurut laporan WHO, lebih dari 700.000 orang meninggal setiap tahun karena bunuh diri, dan jutaan lainnya mencoba melakukannya. Di Indonesia sendiri, tren ini terus meningkat, terutama di kalangan remaja dan pekerja usia produktif, akibat tekanan hidup, tuntutan sosial, hingga isolasi emosional.

Lantas, bagaimana kita bisa mencegahnya sejak dini?

Tanda-Tanda Awal Gangguan Kesehatan Mental yang Harus Diwaspadai

  1. Perubahan Mood Ekstrem
    Naik-turunnya emosi secara drastis, sering marah atau menangis tanpa sebab yang jelas, bisa menjadi sinyal awal.

  2. Menarik Diri dari Lingkungan Sosial
    Seseorang yang biasanya aktif tiba-tiba menghindari teman, keluarga, atau aktivitas yang dulu disenangi.

  3. Perasaan Putus Asa dan Tidak Berharga
    Ungkapan seperti “aku tidak berguna” atau “hidupku tidak berarti” harus menjadi alarm bagi orang di sekitarnya.

  4. Gangguan Tidur dan Nafsu Makan
    Tidur terlalu banyak atau justru tidak bisa tidur, kehilangan nafsu makan, atau makan berlebihan bisa menjadi indikator stres berat atau depresi.

  5. Kesulitan Berkonsentrasi atau Menyelesaikan Tugas Sederhana
    Pikiran yang kacau dan kehilangan fokus menjadi tanda umum dari gangguan psikologis.

  6. Berbicara atau Menunjukkan Ketertarikan pada Kematian
    Ini adalah tanda bahaya serius. Jangan pernah menganggap remeh ucapan seperti, “Aku ingin menghilang,” atau “Aku ingin tidur selamanya.”

Ketika Tekanan Menjadi Terlalu Berat

Kasus-kasus bunuh diri yang mencuat di media sosial atau berita sering membuat kita bertanya: “Kenapa bisa sampai sejauh itu?”
Faktanya, banyak penderita gangguan mental tidak pernah mendapatkan pertolongan yang layak. Entah karena takut dicap lemah, malu untuk cerita, atau kurangnya pemahaman lingkungan sekitar.

Stigma terhadap kesehatan mental masih sangat kuat. Banyak orang menganggap depresi atau kecemasan hanyalah “kurang bersyukur” atau “drama”. Padahal, gangguan ini adalah penyakit yang nyata, dan bisa ditangani dengan pendekatan medis, psikologis, dan sosial.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

  • Belajar Mengenali dan Mendengarkan
    Jika orang terdekat menunjukkan perubahan sikap yang mencurigakan, jangan ragu untuk bertanya, “Kamu baik-baik saja?” Kadang, satu pertanyaan sederhana bisa menyelamatkan nyawa.

  • Dukung Tanpa Menghakimi
    Jangan remehkan atau memberi saran klise. Dengarkan dengan empati dan arahkan mereka untuk mencari bantuan profesional.

  • Jangan Ragu Mencari Bantuan
    Konseling psikologi, psikiater, dan layanan kesehatan mental kini semakin mudah diakses. Bahkan banyak platform daring yang menyediakan layanan rahasia dan aman.

Jangan Diam: Kesehatan Mental Sama Pentingnya dengan Kesehatan Fisik

Jika kamu atau orang terdekatmu sedang merasa tertekan, tidak apa-apa untuk meminta tolong. Kamu tidak sendiri, dan kamu tidak harus menghadapi semuanya sendirian.

Berani cerita bukan berarti kamu lemah. Itu berarti kamu cukup kuat untuk menyelamatkan dirimu sendiri.

#PeduliKesehatanMental #BeraniCerita #KamuTidakSendiri